PSYTRAP?? KAMU HARUS TAHU!


Menjadi mahasiswa sebuah perguruan tinggi kedinasan yang menerapkan seleksi ketat di setiap semesternya membutuhkan strategi yang tidak asal-asalan. Pilihan untuk ‘hanya belajar’ atau menambah aktivitas lain kembali ke pribadi masing-masing. Akan tetapi, apapun pilihan itu, konsekuensinya adalah manajemen waktu dan manajemen psikologi adalah hal yang harus ditata sebaik mungkin.

Tiga tahun menjadi Mahasiswa STAN, saya mendapati kenyataan bahwa ada orang-orang tertentu yang melancarkan trik-trik tertentu kepada teman-temannya sesama Mahasiswa STAN dalam rangka persaingan. Pada umumnya bukanlah trik ‘rendahan’. Misalnya dengan dengan memberikan makanan/minuman yang membahayakan kesehatan. Tidak! Trik seperti itu tidak dilakukan oleh Mahasiswa STAN.
Mental, ya mental, itulah yang selalu menjadi titik serang untuk ‘mengalahkan lawan’ sesama Mahasiswa STAN. Disadari atau tidak, ada banyak para pelaku psy-trap  di kalangan Mahasiswa STAN. Seperti apakah modusnya? Mari kita mulakan dengan Bismillah.

Modus Satu
Seperti sebuah kebiasaan, mahasiswa-mahasiswa tertentu akan melancarkan strategi psy-trap dalam penyelesaian tugas. Ketika sudah mengerjakan separuh tugas, rehat sejenak untuk sekadar sms atau mention twitter.
“Eh, ada tugas apa aja ya?” Memberi kesan bahwa ia tidak tahu ada tugas atau tidak.
Sang teman pun akan menjawab bahwa tugasnya ini dan itu, halaman sekian dan sekian.
Lalu sang pelaku psy-trap  akan mendiamkan sms itu terlebih dahulu. Ketika ia berhasil menyelesaikan tiga per empat tugasnya, barulah membalas sms.
“Duh, gue baru tau. Ajarin donk!” Memberi kesan bahwa dia tidak lebih pintar dari temannya itu.
“Tapi gue nggak ngerti.”
“Sama.” Padahal tugas hampir selesai.
“Ya udah besok aja kita nyalin punya si X, katanya sih pendek.”
“Oke.”
Besoknya, ketika mata kuliah yang bersangkutan akan dimulai, dia pura-pura ikut sibuk menyalin jawaban tugas dari temannya. Modal banget! Kertas folio, pulpen, dan segenap piranti lainnya. Lalu tibalah waktu tugas harus dikumpulkan. Tadaaa! Ia pun mengeluarkan bundelan kertas rapi berisi jawaban tugas yang sudah ia persiapkan dengan baik. Tertipulah temannya yang dia tanyai tadi malam. Sementara itu, yang memang bingung dan ikut menyalin jawaban malah melongo, jawaban tugasnya hanya sepersekian.

Modus Dua
Ini tentang ujian. Malam sebelum ujian, biasanya banyak yang bertanya.
“Eh, lu belajar dari mana?” Niatnya mengecek persiapan temannya.
“Aduh, bingung gue. Belajar apa? Kalo elu?” Jebakan dipasang.
“Baru baca IMMSI doank nih.” Jujur. Yang dimaksud adalah paket soal bahas yang disediakan IMMSI.
“Oh, bagus ya? Ya udah deh gue baca IMMSI juga deh.” Padahal bukunya Warren-Fees, Kieso, dan lain-lainnya lengkap dan sudah dipelajari.
Si jujur beranggapan ada teman yang juga belajar hanya dari paket soal bahas IMMSI. Sudah itu saja. Dan ia pun tertipu.

Modus Tiga
Masih malam sebelum ujian. Apapun info yang kemungkinan bisa disebut kisi-kisi, ia sebarkan ke sebanyak mungkin teman. Tanpa pilih-pilih, yang penting terlihat banyak. Efeknya? Yang bingung semakin bingung, lantaran materinya terlihat sangat banyak. Padahal intinya sama, itu-itu juga.

Modus Empat
Sesaat sebelum ujian. Ketahuilah, ada yang pura-pura bingung membaca materi di kelas sebelum ujian itu, ternyata sudah hapal di luar kepala! Mahasiswa yang benar-benar bingung ikut-ikutan belajar sesaat sebelum ujian, berusaha menghapal sebanyak mungkin. Hasilnya otaknya nge-hank, malah jadi banyak blank.
Lalu datang juga pelaku psy-trap lainnya.
“Aduh, gue ketiduran deh semalem. Cuma baca lima halaman.”
“Gue muter-muter belajar dari IMMSI, kagak ngerti juga.”
“Udahlah gue pasrah aja deh.”
“Saya nggak baca sama sekali.”
Hasilnya? Itu empat-empatnya nilainya A.

Modus Lima
Saat ujian, ekspresi kebingungan luar biasa.  Bolak-balik toilet, lap keringat, dan sebagainya. Hal ini menularkan kegugupan kepada teman-temannya. Dia sendiri dengan leluasa menjawab soal dengan hati penuh kemenangan.

Modus Enam
Setelah keluar dari ruang ujian di hari pertama. Sibuk bertanya.
“Eh, lu balance nggak?”
“Nggak tuh, tadi kayaknya ada yang salah.” Jujur.
“Gue balance.” Ini yang lain, jujur juga.
“Kayaknya sengaja dibikin nggak balance deh, tadi gue pake asumsi.” Psy-trap.
Dan yang tadinya balance dan seharusnya benar, meragukan jawabannya sendiri. Besoknya, psikologinya menurun drastis, tidak percaya diri.

Modus Tujuh
Setelah keluar dari ruang ujian. Sibuk bertanya ini-itu, menggamangkan hati teman-temannya.
“Tadi jawaban nomor dua apa ya?”
“Aduh, gue nggak bisa jawab sama sekali!”
“Pasrah aja deh.”
“Aku? Mengarang indah.”
“Wah, ke-DO deh gua kayaknya.”
Saat pengumuman kelulusan, ee masuk papan atas.
Mungkin masih ada beberapa modus lainnya. Tapi saya rasa ini sudah cukup untuk mengutarakan sedikit maksud yang ingin saya sampaikan melalui tulisan ini. Terutama kepada teman-teman saya yang masih aktif sebagai Mahasiswa STAN.
Belajarlah untuk bersikap dewasa. Persaingan memang boleh saja terjadi, tapi lakukanlah dengan bijak. Berlakulah jujur, tidak usah melakukan trik-trik yang sering mengesalkan dan mengecewakan orang seperti itu. Kalau memang kemampuan terbatas, cukup cari cara pemecahannya.
Ketahuilah bahwa orang-orang yang bersikap dengan modus seperti ini tidak akan bertahan lama di dalam pergaulan. Anda akan dicap tidak jujur oleh teman-teman Anda, dan bukan tidak mungkin hati mereka terluka karena sikap Anda.
Mungkin tulisan ini menyinggung orang-orang tertentu, mohon maaf. Mungkin tulisan ini malah membingungkan, mohon maaf juga. Saya hanya berupaya menyampaikan apa yang saya pikirkan, walaupun mungkin tidak ada kemampuan yang mumpuni di dalam diri saya mengenai hal ini.
Semangat berkarya!! Selamat ujian!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar