Menjadi mahasiswa
sebuah perguruan tinggi kedinasan yang menerapkan seleksi ketat di setiap
semesternya membutuhkan strategi yang tidak asal-asalan. Pilihan untuk ‘hanya
belajar’ atau menambah aktivitas lain kembali ke pribadi masing-masing. Akan
tetapi, apapun pilihan itu, konsekuensinya adalah manajemen waktu dan manajemen
psikologi adalah hal yang harus ditata sebaik mungkin.
Tiga tahun menjadi
Mahasiswa STAN, saya mendapati kenyataan bahwa ada orang-orang tertentu yang
melancarkan trik-trik tertentu kepada teman-temannya sesama Mahasiswa STAN
dalam rangka persaingan. Pada umumnya bukanlah trik ‘rendahan’. Misalnya dengan
dengan memberikan makanan/minuman yang membahayakan kesehatan. Tidak! Trik
seperti itu tidak dilakukan oleh Mahasiswa STAN.
Mental, ya mental,
itulah yang selalu menjadi titik serang untuk ‘mengalahkan lawan’ sesama
Mahasiswa STAN. Disadari atau tidak, ada banyak para
pelaku psy-trap di kalangan Mahasiswa STAN. Seperti apakah
modusnya? Mari kita mulakan dengan Bismillah.
Modus Satu
Seperti sebuah
kebiasaan, mahasiswa-mahasiswa tertentu akan melancarkan
strategi psy-trap dalam penyelesaian tugas. Ketika sudah mengerjakan
separuh tugas, rehat sejenak untuk sekadar sms atau mention twitter.
“Eh, ada tugas apa
aja ya?” Memberi kesan bahwa ia tidak tahu ada tugas atau tidak.
Sang teman pun
akan menjawab bahwa tugasnya ini dan itu, halaman sekian dan sekian.
Lalu sang
pelaku psy-trap akan mendiamkan sms itu terlebih dahulu. Ketika
ia berhasil menyelesaikan tiga per empat tugasnya, barulah membalas sms.
“Duh, gue baru
tau. Ajarin donk!” Memberi kesan bahwa dia tidak lebih pintar dari temannya
itu.
“Tapi gue nggak
ngerti.”
“Sama.” Padahal
tugas hampir selesai.
“Ya udah besok aja
kita nyalin punya si X, katanya sih pendek.”
“Oke.”
Besoknya, ketika
mata kuliah yang bersangkutan akan dimulai, dia pura-pura ikut sibuk menyalin
jawaban tugas dari temannya. Modal banget! Kertas folio, pulpen, dan segenap
piranti lainnya. Lalu tibalah waktu tugas harus dikumpulkan. Tadaaa! Ia pun
mengeluarkan bundelan kertas rapi berisi jawaban tugas yang sudah ia persiapkan
dengan baik. Tertipulah temannya yang dia tanyai tadi malam. Sementara itu,
yang memang bingung dan ikut menyalin jawaban malah melongo, jawaban tugasnya
hanya sepersekian.
Modus Dua
Ini tentang ujian.
Malam sebelum ujian, biasanya banyak yang bertanya.
“Eh, lu belajar
dari mana?” Niatnya mengecek persiapan temannya.
“Aduh, bingung
gue. Belajar apa? Kalo elu?” Jebakan dipasang.
“Baru baca IMMSI
doank nih.” Jujur. Yang dimaksud adalah paket soal bahas yang disediakan IMMSI.
“Oh, bagus ya? Ya
udah deh gue baca IMMSI juga deh.” Padahal bukunya Warren-Fees, Kieso, dan
lain-lainnya lengkap dan sudah dipelajari.
Si jujur
beranggapan ada teman yang juga belajar hanya dari paket soal bahas IMMSI.
Sudah itu saja. Dan ia pun tertipu.
Modus Tiga
Masih malam
sebelum ujian. Apapun info yang kemungkinan bisa disebut kisi-kisi, ia sebarkan
ke sebanyak mungkin teman. Tanpa pilih-pilih, yang penting terlihat banyak.
Efeknya? Yang bingung semakin bingung, lantaran materinya terlihat sangat
banyak. Padahal intinya sama, itu-itu juga.
Modus Empat
Sesaat sebelum
ujian. Ketahuilah, ada yang pura-pura bingung membaca materi di kelas sebelum
ujian itu, ternyata sudah hapal di luar kepala! Mahasiswa yang benar-benar
bingung ikut-ikutan belajar sesaat sebelum ujian, berusaha menghapal sebanyak
mungkin. Hasilnya otaknya nge-hank, malah jadi banyak blank.
Lalu datang juga
pelaku psy-trap lainnya.
“Aduh, gue
ketiduran deh semalem. Cuma baca lima halaman.”
“Gue muter-muter
belajar dari IMMSI, kagak ngerti juga.”
“Udahlah gue
pasrah aja deh.”
“Saya nggak baca
sama sekali.”
Hasilnya? Itu
empat-empatnya nilainya A.
Modus Lima
Saat ujian,
ekspresi kebingungan luar biasa. Bolak-balik toilet, lap keringat, dan
sebagainya. Hal ini menularkan kegugupan kepada teman-temannya. Dia sendiri
dengan leluasa menjawab soal dengan hati penuh kemenangan.
Modus Enam
Setelah keluar
dari ruang ujian di hari pertama. Sibuk bertanya.
“Eh, lu balance
nggak?”
“Nggak tuh, tadi
kayaknya ada yang salah.” Jujur.
“Gue balance.” Ini
yang lain, jujur juga.
“Kayaknya sengaja
dibikin nggak balance deh, tadi gue pake asumsi.” Psy-trap.
Dan yang tadinya
balance dan seharusnya benar, meragukan jawabannya sendiri. Besoknya,
psikologinya menurun drastis, tidak percaya diri.
Modus Tujuh
Setelah keluar
dari ruang ujian. Sibuk bertanya ini-itu, menggamangkan hati teman-temannya.
“Tadi jawaban
nomor dua apa ya?”
“Aduh, gue nggak
bisa jawab sama sekali!”
“Pasrah aja deh.”
“Aku? Mengarang
indah.”
“Wah, ke-DO deh
gua kayaknya.”
Saat pengumuman
kelulusan, ee masuk papan atas.
Mungkin masih ada
beberapa modus lainnya. Tapi saya rasa ini sudah cukup untuk mengutarakan
sedikit maksud yang ingin saya sampaikan melalui tulisan ini. Terutama kepada
teman-teman saya yang masih aktif sebagai Mahasiswa STAN.
Belajarlah untuk
bersikap dewasa. Persaingan memang boleh saja terjadi, tapi lakukanlah dengan
bijak. Berlakulah jujur, tidak usah melakukan trik-trik yang sering mengesalkan
dan mengecewakan orang seperti itu. Kalau memang kemampuan terbatas, cukup cari
cara pemecahannya.
Ketahuilah bahwa
orang-orang yang bersikap dengan modus seperti ini tidak akan bertahan lama di
dalam pergaulan. Anda akan dicap tidak jujur oleh teman-teman Anda, dan bukan
tidak mungkin hati mereka terluka karena sikap Anda.
Mungkin tulisan
ini menyinggung orang-orang tertentu, mohon maaf. Mungkin tulisan ini malah
membingungkan, mohon maaf juga. Saya hanya berupaya menyampaikan apa yang saya
pikirkan, walaupun mungkin tidak ada kemampuan yang mumpuni di dalam diri saya
mengenai hal ini.
Semangat
berkarya!! Selamat ujian!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar